Sabtu, 01 November 2008

Ramadhan KH


Sastrawan Penulis Biografi
Mungkin tak banyak orang yang mengenal sastrawan ini. Apalagi kaum muda yang hidup dalam alam yang telah dibalut dengan berbagai modernitas dan gemerlap gaya hidup saat ini. Ramadhan KH, dengan nama lengkap Ramadhan Kartahadimadja, merupakan salah satu satrawan yang mulai menunjukkan tajinya dalam dunia sastra sejak tahun 1956 dengan puisinya Priangan Si Jelita yang mengisahkan keadaan Priangan yang porak poranda akibat ulah gerombolan DI/TII. Puisi ini sempat mendaptkan hadiah sastera nasional Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) 1956/1957 dalam Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1960.

Karirnya dalam tulis menulis mungkin tidak pernah diimpikannya sejak kecil. Sejak duduk di bangku HIS, pria sunda kelahiran Bandung, 16 Maret 1927 yang masih juga keturunan darah biru ini, malah ingin menjadi pelukis. Bahkan lukisannya pernah dipajang dalam sebuah pameran lukisan yang dikelola oleh Otto Djaja. Dilihat dari riwayat pendidikan formalnya, tak satupun yang berhubungan dengan dunia sastra. Pendidikan tingginya berlanjut di ITB. Namun hanya bertahan tujuh bulan. Kemudian pindah ke Akademi Dinas Luar Negeri (ADLN), namun lagi-lagi tak sampai lulus.


Aoh K. Hadimadja, kakak sebapak Ramadhan merupakan novelis, penyair dan editor terkemuka. Atun, begitu Ramadhan biasa dipanggil teman-temannya, terpikat bidang tulis-menulis karena kebiasaannya membaca majalah kebudayaan Aoh yang memuat berbagai karya sastra, termasuk puisi. Kebiasaan itulah yang kemudian membuat Ramadhan serius menekuni sastra dan tulis menulis. Pada awalnya, Tutun, sebagaimana Ramadan dipanggil oleh keluarganya, menggubah sajak dan dimuat dalam Koran Tjahaja terbitan Bandung masa pendudukan Jepang.


Tak hanya bidang sastra, jurnalistik pun dilahapnya. Ia meliput Olympiade di Helsinki tahun 1952. Dari situ, mulailah petualangannya mengarungi lautan sastra dunia, khususnya Eropa. Atun juga belajar banyak belajar mengenai karya-karya sastra Prancis, Spanyol dan Jerman. Atunpun mulai tertarik dengan karya-karya penyair Federica Garcia Lorca, Carmen Conde dan Eugenio Florit. Diterjemahkannya pula beberapa karya Lorca. Tidak hanya berhenti disitu, sepulangnya dari Eropa, Atun turut juga mengelola majalah Kompas:Untuk Generasi, menjadi redaktur ruang kebudayaan pada majalah Siasat, mendidrikan Kelompok Studi budaya, tahun 1958 ia bekerja sebagai Jurnalis di LKBN Antara hingga tahun 1971, mendirikan penerbit Kiwari bersama Ajip Rosidi dan beberapa kiprah lainnya. Selama itu, perjalan hidupnya juga dijalani dibalik terali besi selama 16 hari karena difitnah teribat dalam G30S pasca tergulingnya Soekarno.


Berbagai penghargaan mewarnai perjalanan karir Ramadhan KH. Setelah mendapatkan penghargaan hadiah sastra pada puisi Priangan Si Jelita-nya, sebagai novelis, novel pertama Ramadhan berjudul Royan Revolusi, mendapatkan hadiah pertama dalam sayembara UNESCO/IKAPI 1968 dan diterbitkan tahun 1970. Novelnya Kemelut Hidup (1976) difilmkan oleh Asrul Sani. Novelnya yang paling menantang yaitu Ladang Perminus yang diangkat dari realita korupsi di Pertamina masa Soeharto.


Di tahun 1980an, Ramadhan mulai menulis buku-buku biografi. Ramadhan juga mendapatkan permintaan dari beberapa tokoh untuk menuliskan biografinya. Karya biografi Ramadhan yang pertama yaitu Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno, sebuah biografi Inggit Ganarsih yang terbit pada Mei 1981. Gaya penulisannya khas yang menimbulkan nuansa sastra. Atun pulalah yang menulis biografi Soeharto, Ali sadikin, Gobel, Hoegeng, Kemal Idris, Soemitro, Laksamana Sukardi, dan beberapa orang lainnya. Karena karya biografinya inilah sehingga Ramadhan (bersama dengan Rosihan Anwar) diangkat sebagai anggota kehormatan Masyarakat Sejarawan Indonesia dalam Kongres Nasional Sejarah VII dan Kongres Masyarakat Sejarawan Indonesia V yang diadakan di Jakarta, Oktober 2001.


Ramadhan menikah tahun 1958 dengan seorang diplomat yang pernah bekerja di paris, Los Angles, Jenewa, dan Bonn bernama Pruistin Atmadjasaputra atau Tines. Tines juga dikenal dengan terjemahannya dari karya Anton Chekov berbahasa Rusia dengan judul Kebun Ceri (1972). Puisi Priangan Si Jelita pun Ramadhan persembahkan kepada Tines untuk lebih menarik perhatiannya. Mereka dikaruniai dua orang putra yaitu Gumilang Ramadhan dan Gilang Ramadhan yang merupakan salah satu musisi mashur saat ini. Pernikahan kedua Atun pada 1993 juga dengan seorang diplomat, Salfrida Nasution, setelah meninggalnya Tines tahun 1990 akibat kanker payudara. (dari berbagai sumber).

Selengkapnya......

piye jal????

Selengkapnya......

Rabu, 17 September 2008

lagi sedih......

Kapan puasaku bisa sempurna?????
thats All!

Selengkapnya......

Selasa, 22 Juli 2008

sekelumit di bulan Juli 1981

24 Juli 1981

Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) ulama besar dan sastrawan yang terbaring di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) sejak 17 Juli 1981, meninggal dunia pada pukul 10.41 WIB karena penyakit jantung, diabetes dan radang pru-paru. Jenazahnya dikebumikan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir Kebayoran lama jakarta pada petang harinya. Pemakaman tersebut dilepas ribuan umat yang secara spontan datang berbondong-bondong. Sebelumnya, pada 18 Mei 1981, Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan Hamka, mengundurkan diri sebagai Ketua MUI. Pengunduran diri hamka sebagai ketua MUI ini terkait dengan dikeluarkannya fatwa MUI mengenai diharamkannya orang-orang Islam di Indonesia untuk menghadiri upacara resmi perayaan Natal umat Kristiani yang telah mengundang pro-kontra dikalangan masyarakat dan pemerintahan. Khususnya tanggapan dari Menteri Agama Alamsjah. Fatwa teresebut dikeluarkan pada tangggal 7 Maret 1981 dengan dalih untuk melindungi umat muslim dari pengaruh umat Nasrani. Namun demikian, dalam surat pernyataan penguduran dirinya, Hamka mengatakan bahwa fatwa MUI tersebut tetap sah. Pengunduran diri Hamka ini mendapat sambutan gembira dari kalangan muslim, walaupun pada waktu ia terpilih sebagai ketua MUI, tak banyak yang memberinya ucapan selamat. Atas fatwa yang dikeluarkan oleh MUI ini, menteri Agama waktu itu, Alamsjah, marah dan mengecam dikeluarkannya fatwa tersebut serta mengundurkan diri karena merasa tidak mampu mengampu amanat berbagai penganut agama di Indonesia saat mengadakan pertemuan dengan MUI tanggal 23 April 10981. Hamka memlilih mundur pada 18 Mei 1981 karena menganggap dirinya lah yang bertanggung jawab atas mundurnya menteri agama Alamsjah.
Hamka meninggal hanya beberapa bulan setelah ia meletakkan jabatannya sebagai ketua MUI. Sebuah teladan yang mestinya di renungi oleh para pejabat saat ini. Seorang pemimpin yang besar hati dan siap bertaruh untuk mebela umat.

Dari berbagai sumber

Selengkapnya......

Jumat, 11 Juli 2008

kambuh lagi

Apakah korupsi di Indonesia bisa dihilangkan? Ditanah yang memang dibangun dari sebuah hirarki kekuasaan yang korup? Korupsion telah ada, masuk di wilayah yang sekarang Indonesia sejak berabad-abad lamanya. Jauh sebelum Indonesia itu sendiri ada. Betapa sudah terlalu mengakarnya korupsi di tanah Indonesia. tentu tidak bisa kita samakan dengan pohon atau apa saja, yang jika sudah waktunya akan mati. Wajar lah kiranya apa bila korupsi sulit di hilangkan dari bumi Indonesia hingga saat ini. Berawal dari sebuah pendudukan, ekplorasi dan ekploitasi. Portugis, Belanda, Inggris, semuanya mewariskan budaya korup. yang bahkan hingga mengorbankan ribuan nyawa pribumi. Walaupun juga sudah ada upaya dari para penjajah itu untuk menghapuskan. Tetapi saya rasa itu bukan salah mereka semata. Akar budaya bangsa feodal juga turut mengembangkan dan mempertahankan budaya korup. Salah satu upayanya bahkan hingga mengumpulkan para intelejen untuk mengejar kaoruptor internasional. Katanya dulu mau didirikan sekolah intelejen yang khusus untuk menangani koruptor kelas dunia di Semarang. Entah sekarang, apa kabarnya. Apakah malah menjadi tempat belajar bagi yang mau menjadi koruptor handal tingkat dunia? KPK yang ada saat ini semoga bukan cuma sejenak untuk menenangkan hati rakyat yang sudah banyak ketipu ini......

Selengkapnya......

Kamis, 10 Juli 2008

lagi sedih

Telah aku kubur semua kisahku yang dulu.Renik-renik kisah yang pernah ada dalam hatiku. Dan kini aku coba untuk membuka lembaran baru kisah baru. Namun ternyata tak semudah yang aku harap dan aku bayangkan. Lembaran baru itu terasa berat untuk ku buka. Yang dapat kulihat masihlah lembaran kosong. Bila saja lembaran itu telah terisi, walaupun tanda tanya.
Bila kau percaya pada takdir, maka bersiaplah menerima takdirmu.Bila kau percaya pada nasib, maka siapkanlah nasibmu sendiri demi hari depanmu.Bila kau percaya adanya karma, maka bersiaplah untuk menerima karmamu.Ada hitam ada putih, ada baik ada buruk, ada aksi ada reaksi, ada perbuatan ada ganjaran. Ya...itulah realitanya, sebuah kepastian, karena telah digariskan oleh Illahi.Ada kalanya kita mencampakkan dan di campakkan seorang karena sebuah keharusan, ganjaran karena pernah mencampakkan orang lain.Tuhan.....Semoga yang hidup yang aku jalani saat ini bukanlah sebuah karma.

Selengkapnya......

Rabu, 25 Juni 2008

HOLLANDS INLANDSE SCHOOL

Alasan yang paling mendasar dari didirikannya HIS adalah keinginan yang kuat dari rakyat Indonesia sendiri untuk mendapatkan pendidikan ala Barat. Hal itu merupakan akibat dari perubahan kondisi sosial ekonomi di kawasan Timur Jauh yang telah diperkenalkan pada masa Politik Etis yang diberlakukan kepada Indonesia. Selain itu juga diorong oleh organisasi-organisasi yang telah berdiri di Indonesia pada waktu itu, seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam. Apalagi dengan didirikannya sekolah untuk orang-orang Cina di Indonesia yaitu Hollands Chinese School (HCS).
Pembukaan HIS juga didukung oleh perekonomian yang semakin meningkat dan perluasan wilayah pemerintah Belanda di luar Jawa. Hal itu tentu saja berdampak pada bertambahnya jumlah pegawai pemerintahan yang dibutuhkan, tentunya dengan syarat berpendidikan.
HIS pada awalnya adalah Sekolah Kelas Satu, dan resmi diganti menjadi HIS pada tahun 1914. Tanggapan dari pihak Belanda dengan didirikannya sekolah ini kurang begitu baik. Mereka menganggap bahwa pendirian sekolah ini hanya akan menimbulkan pengangguran dikalangan kaum intelektual yang tidak terserap oleh pemerintah dan perusahaan swasta, karena orientasi mereka adalah untuk menjadi pegawai pemerintahan atau paling tidak sebagai karyawan di perusahaa-perusahaan swasta. Apalagi kekhawatiran dari pihak Belanda akan munculnya orang pandai yang menyaingi orang Belanda.
Kurikulum yang dipakai HIS adalah sesuai yang tercantum dalam Statuta 1914 No. 764, yaitu meliputi semua pelajaran ELS (Europese Lagere School). Di HIS diajarkan membaca dan menulis bahasa daerah dalam aksara Latin dan Melayu dalam tulisan Arab dan Latin. Namun disini, yang lebih ditekankan adalah pelajaran bahasa Belanda yang sampai memakan waktu lebih dari enampuluh enam persen dari waktu belajar.

Didirikannya HIS merupakan salah satu titik penting dalam sejarah pendidikan di Indonesia. Karena sekolah inilah yang membuka kesempatan bagi rakyat pribumi untuk melanjutkan pendidikan sampai pada tingkat yang setinggi-tingginya. Sekolah ini pun tidak hanya dikhususkan bagi golongan atas saja, namun juga terbuka bagi orang-orang golongan rendah.

Yang menarik dari sekolah ini yaitu kurikulum yang sangat berpusat pada Belanda atau Belanda sentris. Hal itu dapat dilihat dari pemakaian bahasa Belanda dalam sebagian besar pelajarannya. Bahkan sejarah negeri Belanda pun dipelajari disini secara mendalam, sehingga memunculkan kekawatiran akan berubahnya pola pikir para murid yang condong kepada pemerintah Belanda dan merasa asing dengan kebudayaannya sendiri. Namun demikian, ternyata setelah lulus dari HIS, tidak banyak murid yang lancar dalam penguasaan bahasa Belanda-nya. Bahkan apa yang dikawatirkan pun tidak terjadi, malah jiwa nasionalisme mereka semakin tinggi.

Dari berbagai sumber.

Selengkapnya......

Senin, 16 Juni 2008

-/+ setahun

Hmpir setahun berlalu. masih ingat aku, sebuah pesan singkat dari seorang teman yang isinya sangat tidak aku harapkan. Berita kematian. Itulah inti dari pesan tersebut. Inug, Nugie, Benyamin, dan mungkin beberapa lagi panggilan akrab bagi kawanku yang telah berpulang. Setahun lalu, aku hanya bisa terhenyak. Diam. Ku baca berulang pesan singkat itu. Isinyajuga tetap sama. tapi sekarang aku yakin Gie. nikmatilah semua kebaikanmu. Semua disini hanya bisa mendoakanmu dan mungkin sesekali mengnjungimu......

Selengkapnya......

Jumat, 13 Juni 2008

sebuah kenangan suram

Gerakan 30 September,
Sebuah Kontroversi yang Belum Berakhir

Apabila kita menelaah lebih dalam mengenai peristiwa yang terjadi pada bulan September 1965, atau sering disebut dengan G 30 S, seolah kita telah masuk dalam sebuah dunia, yaitu dunia misteri. Dimana kita tidak tahu siapakah sebenarnya dalang dari peristiwa tersebut. Teka-teki pun bermunculan saat kita ingin mengungkap fakta-fakta di balik peristiwa 30 September itu. Peristiwa berdarah ini merupakan peristiwa yang paling tragis dalam sejarah Negara Indonesia modern. Bagaimana tidak, gerakan ini telah memakan korban rakyat Indonesia, baik dari kalangan sipil maupun militer. Ironisnya, gerakan ini dilakkukan sendiri oleh sebagian dari rakyat Indonesia. Hal ini jelas telah melenceng dari cita-cita persatuan dan kesatuan Negara Indonesia yang telah menghantarkan rakyat Indonesia pada proklamasi kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Bukan hanya sampai disitu, perstiwa ini juga telah menyisakan dampak hingga sekarang. Kontroversi yang berkepanjangan menjadi beban berat bagi sejarawan untuk merekonstruksi peristiwa tersebut seobyektif mungkin. Namun apabila kita amati lebh jauh, hal itu tampaknya tidak akan pernah terjadi karena sumber sejarah mengenai peristiwa ini pun banyak yang subyektif. Misalkan, sumber dari kalangan militer, tentunya akan membela militer, sumber dari keluarga orang PKI, tentunnya akan membela keluarganya, dan sumber dari korban akan berbicara lain lagi.
Berbagai versi pun muncul dalam rangka pengungkapan peristiwa berdarah tersebut. Subyektifitas menjadi primadona dalam penulisan sejarah gerakan 30 September. Tentunya hal itu tidak dapat dilepaskan dari adanya maksud-maksud politis di balik pengungkapan itu. Sejarawan pun banyak di buat bingung olehnya, bahkan ada pula yang terlibat langsung dalam proses politisasi pengungkapan peristiwa itu. Salah satu versinya adalah terlibatnya PKI sebagai dalang dari terjadinya gerakan itu. Ini merupakan versi dari pemerintah RI. Bukti mengenai hal ini didapat setelah tertangkapnya ketua CDB PKI Jakarta Raya Nyono.
Di pihak lain, TNI AD juga dituduh menjadi dalang peristiwa ini. Persoalan internlah yang memicu pemberontakan beberapa anggota TNI. Ketidak puasan terhadap sikap pemimpin menjadi akar permasalahannya. Hal itu di tunjukan dengan adanya siaran radio dari pihak pemberontak yang menyatakan bahwa gerakan 30 September adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak untuk melindungi Sukarnodari suatu kudeta yang direncanakan oleh suatu dewan yang terdiri dari jenderal-jenderal Jakarta yang korup dan menikmati penghasilan tinggi yang menjadi kaki tangan Badan Intelejen Pusat Amerika Serikat (CIA).
[1] Hal ini juga didukung dengan adanya dekrit nomor 1 mengenai pembentukan dewan revolusi Indonesia. Ditambah lagi dengan adanya kertas kerja yang dikeluarkan oleh Universitas Cornell, New York pada tahun 1965yang berjudul A Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup In Indonesia dan terbitnya buku yang berjudul Whose Plot New Light on the 1965 Events yang merupakan versi resmi dari PKI.[2]
Namun dari gerakan militer itu dapat ada pula yang menuduh Sukarno lah yang menjadi dalang dari gerakan tersebut. Hal itu di tunjukkan dengan dipanggilnya Leimena, Panglima Angkatan Laut, Panglima Kepolisian dan lain-lainnya ke pangkalan udara Halim guna mengadakan konsultasi yang di mungkinkan terkait dengan lolosnya Nasution. Sukarno juga mengadakan pertemuan dengan Omar Dhani dan tokoh-tokoh kudeta lainnya. Dengan demikian, banyak perwira angkatan darat yang mencurigainya.
[3]
Pada pukul sembilan malam tepat tanggal 1 Oktober, Suharto mengumumkan melalui radio behwa enam orang jenderal telah diculik oleh golongan kontra revolusioner dan kini dialah yang memegang kendali atas angkatan bersenjata adan akan menumpas gerakan 30 September dan melindungi Sukarno. Bahkan dia mengacuhkan pemberitahuan kepadanya mengenai pengambil alihan komando militer oleh Sukarno sebelum ia mengumumkan gerakan penculikan tersebut.[4] Kecurigaan terhadap Suharto muncul karena dia tidak mendapatkan serangan diantara jenderal-jenderal lain. Sedangkan Suharto sendiri merupakan salah satu kepercayaan Sukarno. Terbukti Suharto dapat dengan mudahnya mengambil alih komando atas angkatan bersenjata Indonesia dan tidak lagi menggubris Sukarno. Dan setelah itu kudeta pun berakhir dengan mudah pula. Disisi lain, sebelum serangan terjadi, Suharto sedang berada di RSPAD. Kedatangan A. Latief menemui Suharto di RSPAD ini mengundang kecurigaan, bahwa Latief datang untuk memberitahukan mengenai rencana gerakan tersebut.[5]
Di sampiung beberapa versi di atas, kita juga perlu melihat factor lain yang terjadi di dunia internasional. Pengaruh Negara barat, sangat dimungkinkan berperan dalam gerakan ini. Stablitas Negara yang masih rapuh, merupakan satu kesempatan yang baik untuk menyusupkan idiologi-idiologi barat. Terlebih lagi, perang dingin antara kubu Soviet dengan Amerika masih berkecambuk. Hal ini juga merupakan sebuah pertimbangan dalam mengungkap peristiwa berdarah ini.

[1] M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, cetakan ke-5. Yogyakarta: Gajah Mada Univercity Press, 1995, hlm 428.
[2] Atmaji Sumardkidjo, Mendung di Atas Istana Merdeka : Menyingkap Peran Biro Khusus PKI dalam Pemberontakan G 30 S. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000, hlm. 16.
[3] Ricklefs, loc. cit.
[4] Ibid., hlm. 429.
[5] St. Sularto, Dialog dengan Sejarah: soekarno Seratus Tahun. Jakarta: Kompas, 2001, hlm. 303.

Selengkapnya......